Penagguhan Penahanan Tak Rasional di Terapkan Untuk Koruptor
Banda Aceh – Maraknya terjadi penangguhan penahanan terhadap kasus pidana korupsi baik itu terjadi di instansi kepolisian, kejaksaan bahkan sampai di level pengadilan tipikor, ini merupakan peristiwa yang berulang kita lihat, itu tidak patut terus menerus kerap dipertontonkan Aparatur Penegak Hukum (APH).
Sebagaimana dalam wawancara khusus dengan Alfian Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) di kantor MaTA Jln Kebun Raja Ie Masen Kayee Adang Kota Banda Aceh, menurutnya publik menilai bagaimana proses hukum yang terjadi di negeri ini, bahwa ketika penangguhan penahanan para tersangka maupun terdakwa, apalagi akhir-akhir ini penangguhan penahanan terjadi di level pengadilan tinggi tipikor aceh, apalagi mereka memberikan penangguhan terhadap terhadap kasus tindak pidana korupsi, dan ini bukan satu dua kasus terjadi, Jum’at (26/05/2022).
“Nah dalam kasus korupsi perlu dipahami, bahwa ini merupakan kejahatan yang luar biasa yang seharusnya juga baik di level penyidik maupun di level hakim ini harus melakukan langkah-langkah yang luar biasa.”
Menurutnya, ketika ada penangguhan tahanan publik akan menilai tentu ini ada kong kali kong atau kerjasama yang baik, itu seharusnya tidaklah patut dilakukan, berarti jika terjadi penengguhan tidak dalam konteks gratis, saya rasa publik sangat wajar menilai hal tersebut, seharusnya kasus-kasus korupsi sudah seharusnya dengan penanganan yang luar biasa, tidak dengan berbagai alasan sisi kemanusiaan, jika dilakukan penangguhan dengan alasan kemanusiaan untuk para koruptor tentu ini tidak rasional, karena seseorang yang sudah memiliki niat apalagi sudah melakukan korupsi ini sangat berdampak besar terutama dalam konteks aceh.
Perlu diketahui salah satu faktor terjadinya kemiskinan paling tinggi di Provinsi Aceh itu akibat dari prilaku korup yang terjadi pada level pemerintah atau adanya kesalahan tata kelola keuangan pada level pemerintah, sudah seharusnya peran aparatur penegak hukum mulai dari penyidik sampai hakim harus memiliki singkronisasi untuk menjerat pelaku semaksimal mungkin mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai pada tingkat putusan, tegas alumni Universitas Abulyatama.
Saya sangat berharap, “menghentikan segala upaya-upaya pengguhan tahanan, tentu itu merupakan obral yang sudah dilakukan dengan modus para koruptor menghindari kurungan penjara.”
Jika ada alasan-alasan kesehatan, koperatif serta tidak menghilangkan barang bukti, jika faktor kesehatan tentunya institusi penegak hukum harus bisa menyediakan dokter untuk melakukan pemerikasaan ulang terhadap para tersangka/terdakwa, tidak serta merta melihat surat rekomendasi dokter. imbuhnya.
Apabila para penyidik dan penuntut bahkan hakim mempercayaai dengan surat keterangan dokter yang dipegang oleh pelaku, tentu ini skenario yang berulang kali kerap terjadi, karena prilaku para koruptor ketika sudah menjadi tersangka memang selalu dekat dengan kondisi demikian, kita melihat bahwa ada beberapa kasus terjadi secara nasional ini adalah modus atau mengada-ngada, jika ada surat yang dibawa oleh penasehat hukum atau terdakwa, kita berharap Aparat Penegak Hukum memastikan serta memeriksa kembali kondisi kesehatan para tersangka/terdakwa, ujarnya.
Seingat saya dulu pernah Kejaksaan Tinggi Aceh ketika ada tahanan yang mau dilakukan penahanan dia memperkuat dengan surat dokter, sehingga saat itu Kejati Aceh memeriksa kembali kondisi tahanan tersebut dengan dokter yang sudah disediakan, maka keluar hasil pemeriksaan kesehatan yang menyatakan layak untuk ditahan, katanya.
Lanjut Alfian, jika penangguhan dengan alasan koperatif serta tidak menghilangkan barang bukti, ini sangat berhaya apabila tidak ditahan, tentu ini para tersangka di duga berpeluang menghilangkan barang bukti bahkan lebih ironis lagi berpeluang mengulangi melakukan korupsi, karena dalam catatan kami, ada pelaku yang melakukan korupsi sampai dua kali apalagi masih aktif dalam Aparatur Sipil Negara.
Yang lebih tidak relevan setelah diberi penagguhan tersangka/terdakwa malah melarikan diri seperti yang baru-baru ini ditemukan kembali yang bertahun-tahun baru didapatkan lokasi pelariannya seperti di Ciamis, Magetan, coba kita bayangkan berapa uang negara keluar untuk mencari mereka para koruptor yang kabur saat di putuskan bahkan belum sempat mendengarkan putusan persidangan, pungkasnya.
Tentunya ini bukan uang yang sedikit yang dikeluarkan negara untuk mencari hingga memasukkan dalam Daftar pencarian Orang, nah ketika perlakuan standar normal terhadap pelaku korupsi itu setelah ditetapkan tersangka lebih layak untuk dilakukan penahanan (kurungan penjara) bukan malah memberikan penahanan kota, tutupnya.