Penasehat Hukum dan keluarga menyambut kelima terdakwa dengan suka cita
Banda Aceh – Lima terdakwa kasus dugaan korupsi Monumen Samudera Pasai di Aceh Utara telah dibebaskan setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menolak dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Bahwa dua terdakwa yang di tahan di Rutan Perempuan/Anak Lhoknga atas nama Nurliana dan Poniem sudah di keluarkan dari tahanan, kemudian menyusul Fathullah Badli, T. Maimun, T. Reza yang di tahan di Rutan kelas II B Kajhu juga di keluarkan sore menjelang mahgrib. Sehingga kelima terdakwa kini di jemput oleh Penasehat Hukum dan keluarganya masing-masing. Rabu (07/06/2023).
Erlanda Juliansyah Putra selaku Kuasa hukum terdakwa Fathullah Badli, mengatakan bahwa argumen yang disampaikan dalam eksepsi terbukti, terutama berkaitan dengan kerugian negara yang tidak dapat dibuktikan sejak awal dalam dakwaan.
“Meskipun itu bukan merupakan materi dalam eksepsi kita, tapi kami beranggapan itu merupakan salah satu celah yang terbuka karena adanya surat edaran Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa kerugian negara harus dihitung oleh BPKP atau BPK,” kata Erlanda saat diwawancarai media ini.
Tentunya kami Penasehat Hukum puas terhadap putusan hakim terkait dengan kurangnya ketelitian dalam dakwaan terhadap kliennya. Misalnya, dakwaan yang semestinya ditujukan kepada kuasa pengguna anggaran, dalam dakwaan tersebut tertulis sebagai pejabat pembuat kegiatan (PPK).
“Ketika adanya kesalahan itu, kita tidak bisa tolerir dalam dakwaan karena itu berkaitan dengan jabatan. Selain itu, untuk posisi jabatan klien kami itu seharusnya menjabat KPA dari 2012 sampai 2016 tetapi dalam dakwaan itu ditulis sampai 2017,” ungkapnya.
Menurutnya, akibatnya pernanggung jawaban negara tidak dapat dipertanggung jawabkan, sehingga hakim menilai dakwaan tersebut tidak cermat dan tidak lengkap. Namun demikian, karena ini masih putusan sela dan belum ada putusan tetap, mereka akan menunggu tanggapan dari jaksa.
Saat ini kami masih menunggu dari Kejaksaan terkait putusan sela Majelis Hakim, karena Jaksa memiliki kemungkinan untuk mengajukan keberatan terhadap putusan sela tersebut, karena mereka tidak puas dengan putusan tersebut. Selanjutnya, kemungkinan jaksa akan memperbaiki dakwaan baru, ujarnya.
“Dalam putusan sela ini ada beberapa kemungkinan, jika diperbaiki, kasus ini dapat dilanjutkan kembali. Meskipun demikian, kami menghormati proses tersebut, setidaknya putusan sela ini membuktikan bahwa dakwaan yang dilakukan tidak benar. Sehingga klien mereka dapat sedikitnya mendapatkan rehabilitasi atas nama baiknya,” pungkasnya.
Dalam Amar Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh mengabulkan eksepsi lima terdakwa korupsi Monumen Samudera Pasai di Aceh Utara, untuk sebagian.
Majelis Hakim juga menyatakan frasa “batal demi Hukum” dalam ketentuan norma pasa 143 ayat (3) UU no 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia no 76,tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 no 3209) bertentangan dengan UUD-RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Terhadap Surat JPU yang telah dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh hakim dapat di perbaiki dan di ajukan kembali sebanyak 1(satu) kali, dan apabila masih di ajukan keberatan oleh terdakwa/Penasehat Hukum, hakim langsung memeriksa, mempertimbangkan, memutuskannya bersama-sama dengan materi pokok perkara dalam putusan akhir.
Selanjutnya membebaskan 5 (lima) terdakwa dari tahanan.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim R Hendral di Pengadilan Tipikor Banda Aceh pada Senin 5 Juni 2023 kemarin.
Kelima terdakwa tersebut yaitu Fathullah Badli selaku Mantan Kadis Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara, Nurliana selaku Kabid Kebudayaan yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
Kemudian, T Maimun selaku Direktur PT Lamkaru Yachmon, Direktur CV Sarena Consultant Poniem dan T Reza Ferlanda selaku Direktur PT Perdana Nuasa.