HUKUMSOSOK

Kunjungan Kerja dan Silaturahmi Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh

Jantho – Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta rombongan tiba di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh dalam rangka melakukan kunjungan kerja dan silaturahmi. Kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh disambut oleh Wali Nanggroe PYM. Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku  Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri dan dibawa masuk ke aula pertemuan Meuligoe Wali Nanggroe Aceh Jalan Soekarno-Hatta Lampeuneurut Aceh Besar. Kamis (13.05/2022).

Kajati Aceh Bambang Bachtiar, SH. MH, melalui Plt Kasie Penkum Kejati Aceh Ali Rasab SH,MH mengatakan, kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh untuk bersilaturahmi sekaligus memperkenalkan rombongan dari Kejaksaan Tinggi Aceh yang ikut serta dalam kunjungan tersebut, Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Djamaluddin, SH.MH, Asisiten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Rahmat Azhar, SH.MH, Asisiten Bidang Intelijen Mohamad Rohmadi, SH.MH, Asisten Bidang Pembinaan M.Rizal Sumadiputra, SH.MH, Kepala Bagian Tata Usaha Rachmadi, SH.

Kemudian Wali Nanggroe PYM. Tgk. Malik Mahmud Al Haythar yang didampingi Muhammad Raviq selaku  Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri menyambut baik kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta rombongan di meuligoe Wali Nanggroe.

Wali Nanggroe PYM. Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku  Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri menjelaskan kondisi saat ini Aceh belum sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan baik secara ekonomi maupun secara kemajuan perkembangannya.

Saat ini ekonomi Aceh masih sangat bergantung dengan daerah lain khususnya daerah tetangga yakni Medan atau Sumatera Utara, dimana banyak kebutuhan masyarakat aceh diproduksi di Medan kemudian dijual kemabali di Aceh bahkan Aceh dijadikan sebagai tempat pemasaran, tutur PYM Tgk Malik Mahmud Al-Haytar

Demikian pula dengan hasil pertanian dari Aceh seperti padi secara ekonomi harganya diatur serta ditentukan daerah lain sebab sebelum petani memanen hasil pertaniannya telah terlebih dahulu dijual kepada orang lain yang berasal dari luar daerah aceh, sehingga pada saat panen petani aceh tidak dapat menikmati hasilnya dikarenakan tidak bisa ikut menentukan harga-harga gabah, ujarnya.

Karena harganya sudah ditentukan oleh pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli hasil pertaniannya, tentu secara umum aceh yang memiliki kekayaan dari hasil pertanian dan perikanan belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri, ungkap Rafiq.

Dalam kegiatan Pemerintahan seperti  Pembangunan juga banyak ditemukan hal yang janggal dimana dana Otsus yang diperuntukkan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan Aceh tidak dapat dipergunakan dan dimanfaatkan secara baik agar berguna bagi masyarakat, sehingga dana tersebut dikembalikan lagi ke Pusat padahal masyarakat aceh sangat membutuhkan dana tersebut untuk pembangunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh, pungkasnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar SH, M.H, mengatakan, mengenai penegakan hukum di Provinsi Aceh dimana Kejaksaan Tinggi Aceh saat ini menerapkan prinsip bukan untuk mencari perkara yang sebanyak-banyaknya dengan memenjarakan orang, tetapi bagaimana memastikan bahwa Provinsi Aceh dalam penyelesaian hukum tidak semua harus di bawa Persidangan, tutur Ali Rasab.

Tentunya terhadap perkara-perkara yang sederhana dapat dilakukan melalui Restorative Justice (RJ) setelah dilakukan perdamaian di Gampong, hal ini sejalan dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), dimana didalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat telah di atur bilamana terjadi permasalahan hukum di tingkat Gampong/Desa, maka kepala Desa/Keuchik/Reje bersama dengan Tuha Peut dapat menyelesaikan dan memutus perkara di tingkat Gampong/Desa, tanpa harus melalui proses persidangan, ungkapnya.

Sehingga antara ketentuan yang diberlakukan di dalam Restorative Justice oleh Kejaksaan seiring dan sejalan dengan ketentuan di dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat, dalam pertemuan tersebut Kejaksaan secara terbuka akan memberikan bantuan pelayanan Hukum kepada masyarakat bilamana di butuhkan dan dapat dilaksanakan di rumah Restorative Justice yang telah di buat di Gampong Se-Aceh, apabila Kepala Desa/Keuchik/Reje menemukan kesulitan atau kendala dalam menyelesaikan masalah di Gampong/Desa dapat Meminta bantuan pelayanan Hukum kepada Kejaksaan serta ada wacana akan dilakukan kerja sama antara Wali Nanggroe dengan kejaksaan Tinggi Aceh dalam Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun), imbuhnya. Pertemuan tersebut berlangsung santai, penuh keakraban dengan mematuhi protokol kesehatan, serta saling bertukar Cenderamata Wali Nanggroe dengan Kajati Aceh dan foto bersama, pungkasnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Oops ! Mohon Maaf Anda Tidak Bisa Meng-Copy Paste Contes di Situs Kami !