Keistimewaan dan Kekhususan Aceh Masih Jauh dari Harapan Kita Semua, yaitu Sesuai Tercantum Dalam MoU Helsinki Tahun 2005
Takengon – Hak-hak Aceh sesuai yang telah diatur dalam Undang-undang Kekhususan dan Keistimewaan hari ini masih jauh dari harapan. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haythar, dalam sambutannya saat membuka secara resmi Rapat Koordinasi (Rakor) Lembaga Keistimewaan Aceh Kabupaten/kota se-Aceh, Rabu 15 Juni 2022 di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.
“Diakui atau tidak, keistimewaan dan kekhususan Aceh hari ini masih jauh dari harapan kita semua, yaitu yang sesuai dengan tercantum dalam MoU Helsinki tahun 2005, dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh,” kata Wali Nanggroe.
Di satu sisi, tambah Wali Nanggroe, sampai hari ini Aceh masih terus memperjuangkan agar keistimewaan dan kekhususan dapat diberikan sepenuhnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dan di sisi lain, sejumlah keistimewaan dan kekhususan yang telah diberikan juga harus dapat kita jalankan secara maksimal.
“Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya koordinasi antara lembaga-lembaga keistimewaan dan kekhususan yang hari ini sudah ada di Aceh, sehingga fungsi khas dari masing-masing lembaga ini dapat berjalan seirama, saling terkait, dan tidak terjadi tumpang tindih,” sebut Wali Nanggroe.
Koordinasi tersebut terutama dalam hal penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan, sehingga akan terbangun struktur perencanaan yang baik untuk merealisasikan solusi terhadap persoalan dominan yang dihadapi Aceh saat ini.
Seperti diketahui, selain Lembaga Wali Nanggroe, Aceh juga memiliki lembaga independen yang keistimewaan lainnya, seperti Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Majelis Pendidikan Daerah (MPD), Baitul Mal, dan Mahkamah Syariah.
Pada kesempatan tersebut, Wali Nanggroe juga mengingatkan kembali bahwa kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki Aceh saat ini merupakan hasil perjuangan panjang selama puluhan tahun lamanya, dan dinamika politik antara Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia pasca ditandatanganinya MoU Helsinki pada tahun 2005.
Disamping memiliki tugas untuk membangun Aceh ke arah yang bermartabat, Wali Nanggroe menegaskan bahwa, ada tanggungjawab lain yang sangat penting dijadikan perhatian lembaga-lembaga keistimewaan tersebut, yaitu secara terus-menerus mendorong optimalnya pelaksanaan keistimwewaan dan kekhususan sebagaimana harapan rakyat Aceh, serta tetap konsisten mengawal perdaiaman dan terealisasinya semua butir-butir MoU Helsinki.
Sementara itu, Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M. Nasir Syamaun, MPA menjelaskan, Rakor Lembaga Keistimewaan Kabupaten/kota tahun 2022 dilaksanakan dari tanggal 14 hingga 16 Juni.
Peserta terdiri dari pimpinan Lembaga Keistimewaan Aceh tingkat Aceh dan Kabupaten Kota se-Aceh, Staf Khusus Wali Nanggroe, Kabag serta Kasubag Keurukon Katibul Wali Nanggroe.
“Pemateri terdiri dari Wali Nanggroe, Staf Khusus, Katibul Wali Nanggroe, Ketua Komisi VI DPRA, dan tenaga ahli Keurukon Katibul Wali Nanggroe,” kata M. Nasir.
Usai seremoni pembukaan Rakor, Wali Nanggroe menyerahkan santunan kepada sejumlah anak yatim yang berasal dari seputaran Kota Takengon dan daerah sekitarnya.