Banda Aceh – Konsekwensi keluarnya Pemendagri Nomor 90 Tahun 2020 telah memangkas kewenangan Propinsi dalam hal Pengadaan Alat Mesin Pertanian (Alsintan). Berdasarkan aturan tersebut, provinsi tidak lagi diberi kewenangan untuk membeli Alsintan dan hanya boleh dilakukan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal ini tentu sedikit mengganggu program kerja Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, terutama program padi IP300 dan IP400 dalam memberikan pengolahan lahan gratis bagi petani.
Ini dikarenakan sebagian besar Alsintan milik Pemerintah Aceh yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Mekanisasi alat Pertanian (Mektan) dibawah Distanbun Aceh kondisinya, tidak bisa dipergunakan karena sudah tua atau uzur.
Sekretaris Distanbun Aceh, Azanuddin Kurnia, SP. MP membenarkan kondisi tersebut. Ia menjelaskan jika dilihat dari luar Alsintan yang dikelola UPTD Mektan kondisinya masih bagus, namun tidak bisa lagi dihidupkan.
“Ada yang bisa hidup tapi ketika berjalan 10 meter sudah mati lagi, bisa saja kondisi mesinnya memang sudah tidak bagus lagu karena sudah berumur,” jelas Azanuddin Kurnia pada media ini, Rabu 31 Agustus 2022.
Menurut Azanuddin, banyak factor kenapa Alsintan itu telah rusak selain karena sudah berumur, diantarnya ketika pertama kali digunakan dioperasikan oleh operator yang tidak paham penggunaannya, sehingga di lapangan tidak bisa dijalankan dengan baik.
Selain itu, luasan hektar yang harus kita olah terlalu banyak secara bersamaan namun tidak didukung dengan Alsintan yang memadai sehingga mempercepat kerusakan mesin.
“Nah, upaya yang kita lakukan selama ini adalah mesin-mesin yang masih mampu kita gunakan kita perbaiki, baik kita perbaiki dengan alat yang ada maupun kita perbaiki dengan membeli alat baru,” ujarnya.
Namun, kendalanya kata Azanuddin adalah ada beberapa alat yang harus dipesan hingga ke Kota Surabaya, Jawa Timur bahkan harus inden dulu karena dipesan ke Jepang sehingga memakan waktu 3-6 balan, “dan harus bayar duluan, ini bayar duluan ini yang dana tidak cukup,” ungkanya.
Kemudian, lanjut Azanuddin mesin-mesin yang tidak mampu lagi diperbaiki karena memakan biaya perbaikan yang sangat tinggi, akan dimasukkan pada alih status di aset.
Dimana, mesin-mesin yang tidak bisa diperbaiki lagi akan diubah status menjadi rusak berat. Dari Rusak berat akan dimasukkan ke Penghapusan.
Upaya ini sudah beberapa bulan ini dilakukan bahkan sudah dibentuk tim mempercepat prosesnya untuk meneliti mesin-mesin tersebut, dan saat ini sedang dilakukan finalisasi untuk mengusulkan ke Pemerintah Aceh melalui BPKA agar alat mesin tersebut bisa dihapuskan.
“Supaya kita hilangkan dari Kartu Inventaris Barang (KIB) sehingga tidak menjadi beban Distanbun Aceh khususnya UPTD Mektan,” terang Azanuddin.
Sementara itu, upaya lain yang dilakukan adalah melakukan pendataan seluruh Alsintan yang ada dengan menambah status, misalnya bisa digunakan, rusak ringan masih bisa digunakan, kemudian rusak sedang tak bisa digunakan serta rusak berat.
Dia menargetkan proses ini InsyaAllah akan selesai tahun ini sehingga beberapa Alsintan dapat dihilangkan dari KIB Distanbun Aceh.
“Karena ini juga salah satu indikator kesukseskan mengelola barang instansi pemerintah. Juga melaksanakan Amanah Inspektorat dan BPK ketika barang tidak layak lagi, maka dihapuskan dengan tetap mengunakan mekanisme-makanisme sesuai dengan aturan yang berlaku,’ ungkap Azanuddin.
Kemudian, upaya lain yang dilakukan adalah melakukan upaya permohonan bantuan pada Kementan untuk membantu Alsintan untuk Provinsi Aceh yang akan dikelola oleh UPTD Mektan Distanbun Aceh.
Permohonan bantuan ini dilakukan karena keluarnya Permendagri Nomor 90 Tahun 2020 bahwa tidak ada kewenangan Propinsi melakukan pengadaan Alsintan.
Tentu ini menjadi tantangan tersendiri, karena Mektan bersifat BLUD yang salah satu fungsinya adalah untuk mendapatkan PAD dan ini sudah menghambat karena ketika ada barang yang rusak tidak bisa membeli lagi.
Artinya, jelas Azanuddin hanya diperbolehkan memperbaiki Alsintan yang sduah ada. Sebaik-baiknya barng yang sudah tua dan rusak pasti tidak optimal lagi kalau kita perbaiki.
“Alhamdulillah, atas perjuangan Ibu Kadis (Ir. Cut Huzaimah, MP) bersama dengan Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki baru-baru ini ke Kementrian Pertanian, kita meminta dialokasikan ke Pemerintah Pusat menggunakan APBN atau dari anggaran lainnya supaya ditambah alat mesin untuk menopang mebantu pengolahan lahan yang luasan sawah yang ada di Aceh,” ujarnya.
“Alhadulillah, inforamsi dari Bu Kadis, Pemerintah Pusat merespon tapi akan dianggarkan pada Anggaran 2023, jadi Pusat ada kewenangan, provinsi yang tidak ada. Kita sifatnya terima barang,” demikian Azanuddin Kurnia.(PUBLIKASI DISTANBUN ACEH)