Harga BBM Naik, Pemerintah Kendalikan Inflasi Pangan
Banda Aceh – Pada bulan Agustus 2022 Provinsi Aceh kembali mencatatkan deflasi sebesar 0,51% secara bulanan, namun setelah sebelumnya juga mengalami deflasi pada bulan Februari 2022.
Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Achris Sarwani mengatakan, Deflasi tersebut juga terjadi secara nasional, dengan 79 kota mengalami deflasi dan 11 kota mengalami inflasi. Secara tahunan, inflasi Aceh sudah berada di posisi 6,34% (year on year), dan inflasi tahun kalender berada di 4,51% (year to date). Angka tersebut telah berada lebih tinggi dibandingkan rentang target inflasi nasional yang berada di kisaran 3% ± 1%. Kamis (08/09/2022).
Adapun penyumbang inflasi di Provinsi Aceh pada periode Januari s.d Agustus 2022 yaitu cabai merah, angkutan udara, Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), sewa rumah, beras, dan cabai hijau, untuk itu tekanan inflasi tidak terlepas dari problematika ekonomi dunia yang didorong oleh : pandemi COVID-19 yang belum mereda di beberapa negara, perang Rusia-Ukraina yang diperkirakan akan berlangsung lama, kenaikan harga komoditas khususnya untuk komoditas pangan dan energi, serta tantangan perlambatan ekonomi dunia sebagai dampak ekspektasi resesi Amerika Serikat dan zero COVID policy Tiongkok, tambahnya.
Achris mengimbuhkan Pasca deflasi bulan Agustus 2022, Pemerintah terus melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 3 September 2022, BBM yang dilakukan penyesuaian harga adalah jenis Pertalite, Pertamax, dan Solar dengan harga setelah kenaikan yaitu masing-masing Rp 10.000/liter untuk Pertalite, untuk Pertamax Rp 14.500/liter, dan untuk Solar Rp 6.800/liter. Ketiga jenis tersebut merupakan BBM yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Tentu kenaikan harga BBM terpaksa dilakukan Pemerintah mengingat kenaikan harga minyak dunia yang cukup signifikan pada tahun ini, dengan harga rata-rata sebesar US$ 99.99 untuk tahun 2022, sedangkan secara keseluruhan tahun 2021 hanya mencatatkan rata-rata harga minyak sebesar US$ 67.96, dan telah terjadi kenaikan harga minyak dunia sebesar 47,13% yang memberikan beban tambahan pada anggaransubsidi, tuturnya.
“Dengan kenaikan harga BBM tersebut, arah inflasi diperkirakan kembali meningkat pada bulan September 2022, nah andil inflasi pada komoditas bensin sendiri diperkirakan pada kisaran 0,35%, proyeksi tersebut merupakan dampak langsung dari kenaikan harga BBM yang biasa disebut first round effect.”
Meskipun demikian, dampak kenaikan harga BBM masih dapat berlanjut melalui kenaikan harga barang/jasa lainnya melalui second round effect, termasuk tekanan harga pada komoditas pangan. Secara keseluruhan, inflasi Provinsi Aceh diperkirakan sekitar 7% (yoy) pada akhir tahun 2022. Proyeksi tersebut lebih tinggi dari sebelum kenaikan harga BBM yang sekitar 6,03%, katanya.
Tidak hanya bersumber dari kenaikan harga BBM tekanan inflasi, tetapi juga berasal dari peningkatan harga pangan, oleh karena itu, Bank Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota se-Aceh, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Satgas Pangan, dan pihak-pihak terkait terus bersinergi dan berkolaborasi untuk mengatasi dan mengendalikan inflasi pangan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), pungkas Achris.
Tujuannya adalah untuk melakukan stabilisasi harga pangan melalui operasi pasar/pasar murah, kerja sama perdagangan antar daerah, dan ketahanan pangan. Termasuk peningkatan produksi, dan peningkatan supply, tutupnya.(m)