Ade Vidra Puspita Sari Menggugat Praperadilan Putusan Polda Aceh Dalam Menerbitkan SP3 Kasus Ali Imran Cs
Banda Aceh – Pengadilan Negeri Banda Aceh menggelar sidang pertama gugatan Praperadilan terkait putusan Polda Aceh yang telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: SPP.Sidik/23.a/IX/RES.1.9/2022/Subdit I Resum tertanggal 13 September 2022.
Perkara ini berdasarkan gugatan Praperadilan yang di ajukan Ade Vidra Puspita Sari (selaku Pemohon) melalui kuasa hukumnya Fakhrurrazi, SH, Mila Kesuma, SH, Munawir, SH terhadap Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Cq Kepala Kepolisian Daerah Aceh, Cq Direktorat Reserse Kriminal Umum, yang beralamat di Jalan Teuku Nyak Arief, Jeulingke, Banda Aceh, Provinsi Aceh kepada penagadilan Negeri Banda Aceh dengan Nomor: 3/Pid.Pra/2022/PN Bna, tanggal 22 September,
Permohonan Praperadilan dipimpin Majelis Hakim Safri SH.MH dengan agenda pembacaan pendangan pemohon terkait Praperadilan tersebut. Jum’at (30/09/2022)
Pada kesempatan itu Fakrurrazi menyampaikan alasan penghentian penyidikan karena “Darluasa” adalah merupakan keputusan yang keliru dan tidak mendasar sehingga layak dan patut di nyatakan tidak sah,tidak mengikat dan batal demi hukum, Proses penyidikan harusnya dilanjutkan dan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri setampat.
Oleh sebab itu, berdasarkan dalil-dalil tersebut, Pemohon memohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh Cq. Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo kiranya berkenan untuk memutus Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya,harap Kuasa Hukum Pemohon.
Dia menyebut bahwa, penghentian penyidikan yang di lakukan oleh Termohon pada perkara a quo bertentangan dengan fakta-fakta yuridis sebagaimana dapat diuraikan bahwa ayah kandung Pemohon Almarhum Nasruddin Bin Makam memiliki sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 56 tanggal 8 Oktober 1999 dengan luas 2.664 M² yang terletak di Desa Jantang Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.
Bahwa pada tanggal 26 Desember 2004 saat musibah gempa bumi dan Tsunami melanda Provinsi Aceh, orang tua kandung Pemohon dan keluarga kandung lainnya ikut menjadi korban tsunami dan sampaisekarang jasadnya tidak ditemukan begitu juga halnya dengan Sertifikat
tanah dan dokumen pentingnya lainnya ikut hilang.
Kemudian tanggal 05 Desember 2021 Pemohon mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupten Aceh Besar dengan maksud mencari informasi terhadap tanah milik orang tua Pemohon, setelah di lakukan pengecekan oleh petugas BPN, ternyata di tanah milik orang tua Pemohon telah di terbitkan sertifikat hak milik atas nama orang lain yaitu Sertifikat Hak Milik Nomor 354 tanggal 08 Desember 2006 atas nama ALI IMRAN dengan luas 3.154 Ma yang terletak di Desa Jantang Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar
“Hal ini membuktikan pertama kali Pemohon mengetahui adanya dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 dan atau 264 dan atau 266 KUHP, yang diduga dilakukan oleh Ali Imran Cs (perkara a quo) pada tanggal 05 Desember 2021”,tuturnya.
Serta pada Sertifikat Hak Milik Nomor 354 tertanggal 08 Desember 2006 atas nama ALI IMRAN yang menjadi Asal Hak yaitu Penegasan Konversi, jika merujuk kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, atau di kenal juga dengan UUPA (Undang Undang Pokok Agraria), yang menyatakan jika seluruh tanah yang belum memiliki Sertipikat harus di daftarkan konversi haknya ke negara melalui Kantor Pertanahan Setempat.
“Tampak jelas disini jika tidak ada penempatan keterangan palsu yang dilakukan oleh terlapor terhadap sertifikat Hak Milik dengan alas hak penegasan konversi maka tidak akan terjadi tumpang tindih sertifikat”,sebutnya
Kemudian Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 8 Juni 2022 mengirimkan Surat ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Aceh perihal Usulan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 354 atas nama Ali Imran dengan luas 3.154 M2 yang terletak di Desa Jantang Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh; dengan alasan telah terjadi cacat administrasi dimana terjadi tumpang tindih hak atas sertipikat hak atas tanah.
Menyahuti surat tersebut, Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap Sertifikat Hak Milik Nomor 354 tanggal 08 Desember 2006 atas nama ALI IMRAN telah dihapuskan hak pada tanggal 20 Juli 2022 dan alias tidak berlaku lagi.
Lanjut Fahkrurrazi, bahwa menurut analisis berdasarkan sumber hukum dapat dicermati bahwa penghentian penyidikan yang dilakukan Termohon dengan alasan daluarsa sangat mencederai rasa keadilan terhadap Pemohon, padahal tujuan hukum pidana adalah kepastian, keadilan dan kemanfaatan, bagaimana tujuan ini bisa tercapai karena Pemohon sebagai korban telah dirugikan sedangkan pelakunya (terlapor) diuntungkan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 266 KUHP maka dapat disimpulkan bahwa menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte authentiek merupakan tindak pidana yang diancam pidana penjara yang cukup berat yaitu paling lama tujuh tahun penjara, maka maka sesuai dengan Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP, kewenangan menuntut atas tindak pidana
Sidang akan dilanjutkan kembali tanggal 3 0ktober 2022 dengan agenda penyampaian tanggapan Termohon.