Banda Aceh – Kinerja perekonomian Provinsi Aceh pada triwulan I 2023 tumbuh kuat sebesar 4,63% (year on year / yoy), meski melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,60% (yoy). Pertumbuhan dari sisi sektoral didorong oleh Lapangan Usaha (LU) Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (sumber pertumbuhan 1,66%), serta LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (sumber pertumbuhan 0,92%).
Sementara itu, dari sisi penggunaan, pertumbuhan didorong oleh tingginya Konsumsi Rumah Tangga (1,77%), Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) (1,49%), dan Ekspor Luar Negeri (1,04%). Secara nominal, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk Provinsi Aceh pada triwulan I 2023 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tercatat sebesar Rp54,25 triliun, sedangkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar Rp35,00 triliun. Hal tersebut di ungkapkan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Rony Widiarto P dalam bincang dengan Media Jl. Tengku Angkasa H Abdullah Ujong Rimba No. 20, Kp. Baru, Kec. Baiturrahman, Banda Aceh, Jum’at (12/05/2023)
Rony menjelasnkan, bahwa Bank Indonesia Provinsi Aceh akan terus mendorong proses digitalisasi kepada masyarakat dengan memberikan Edukasi kepada masyarakat terutama dengan proses digital sesuai inklusi keuangan dimana bisa mengakses keuangan sampai kepelosok gampong.
Kemudian Bank Indonesia (BI) sudah membentuk Tim Perluasan Digitalisasi Daerah (TPDD) untuk mengoptimalkan transaksi digital di tingkat daerah. Konsep pembentukan TPDD ini sama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang dibentuk di masing-masing daerah. “Tujuan dari pembentukan tim tersebut adalah agar daerah lebih siap menghadapi era digital,” ungkap Rony saat ditanya oleh wartawan.
Saat ini sudah mengembangkan pola pembayaran nontunai untuk beberapa pelayanan. Salah satunya pelayanan pajak dan retribusi secara online, seperti pembayaran retribusi pasar,parkir kendaraan bermotor, sehingga menghindari kebocoran anggaran pendapatan daerah serta penyalahgunaan pengutipan setiap retribusi yang dilakukan oleh petugas di masing-masing daerah, tegas Rony.
“Memang masih ada beberapa tantangan untuk mengoptimalkan transaksi nontunai tersebut di daerah tentu, salah satunya kurangnya pemahaman masyarakat,”Oleh karena itu, diperlukan edukasi dan komitmen yang tinggi dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian, diharapkan sistem tersebut dapat mengefisienkan perekonomian sehingga tidak ada penggunaan dana yang tidak pada tempatnya, imbuhnya.
“Salah satu yang perlu disasar adalah sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau pelaku usaha. Di bidang sistem pembayaran, UMKM kami dorong untuk go digital,” selain itu juga Bank Indonesia akan mengaet Pemerintah Daerah, Perbankan agar semakin banyak penggunaan QRIS sehingga PAD lebih Transparan karena sudah melalui non tunai dalam sistem pembayaran, katanya
Bank Indonesia juga akan melakukan Digital farming terutama terhadap cluster-cluster pangan, tentu produk pangan ini adalah kepentingan besar bagi Bank Indonesia, seperti cabai kalau sempat di diamkan maka akan terjadi inflasi, karena cabai tersebut sangat di butuhkan oleh semua kalangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia mencanangkan Gerakan tanam Cabai bagi semua kalangan selain juga memiliki nilai tambah tersendiri juga menekan inflasi daerah, pungkasnya.