Banda Aceh – Kasus SPPD Fiktif yang melibatkan 3 Legislator dan 3 ASN Kabupaten Simeulue, yang telah menggemparkan Aceh dan jagat perpolitikan, diantaranya adalah satu orang Mantan Pimpinan DPRK dan dua orang Legislator masih aktif serta 3 ASN di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Simeulue telah di vonis oleh Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh di tingkat pertama.
Dalam fakta persidangan ke 6 (enam) terdakwa diketahui telah melakukan perjalan dinas fiktif dengan merekayasa perjalanan dinas sehingga tidak sesuai dengan sebenarnya, atas perbuatan tersebut, maka terpidana telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2.8 miliar berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPK RI Nomor: 25 /LHP/XXI/12/2021 tanggal 27 Desember 2021. Sabtu (24/06/2023). adapun ke 6 terpidana tersebut :
- Drs Astamudin S, ASN/Sekwan DPRK Simeulu. Selaku Pengguna Anggaran.
- Ridwan Amd, ASN (Bendahara pengeluaran DPRK Simeulu TA.2019).
- Mas Etika Putra, ASN (PPP-SKPK Sekretariat DPRK Simeulu TA 2019), saat ini sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
- Irawan Rudiono S.Sos, Anggota DPRK Partai PKS periode 2014-2019 dan 2019-2024).
- Poni Harjo, Anggota DPRK Partai Hanura periode 2019-2024.
- Murniati SE, mantan Ketua DPRK periode 2014-2019
Pengadilan Tipikor yang mengadili 6 terpidana dipimpin oleh Majelis Hakim Ketua Sadri SH, MH didampingi Deny Syahputra SH, M.H, R. Deddy SH, MH. ragam fakta persidanganpun di dapat dalam putusan tersebut dengan terkait Perjalanan Dinas (Perjadin) yang dilakukan oleh para terpidana.
Fakta persidangan merupakan satu kesatuan yang utuh dan terpisahkan dimulai pemotongan perjalanan dinas untuk biaya pembuatan pertanggungjawaban tiket fiktif dan akomodasi fiktif untuk dilakukan pada perjalanan dinas berikutnya pada tahun anggaran 2019, lalu 10 orang perwakilan DPRK Simuelue An. Murniati,SE, Nusar Amin Sp.d, Sunardi, Asnawi, Hamsipar, Rustam NK, Azharudin Agur, Nadirsyah, dr. Ikhsan M. Kes, Abdul Razak menerima pembayaran uang perjalanan dinas yang menggunakan bukti pertanggungjawaban hotel fiktif dan bukti pertanggungjawaban tiket pesawat fiktif yang diterima dari Saksi Mutia Ruza Lubis, selanjutnya permohonan pencairan tersebut disetujui bayar oleh Penggunan Anggaran yaitu Terpidana Astamuddin
Selain itu juga terkait adanya 12 (dua belas) anggota DPRK lainnya yaitu : terpidana Poni Harjo, Terpidana Irawan Rudiono S.Sos, Nusar Amin, Asnawi, Amsaruddin, Hamsipar, Azharuddin Agur, Nadirsyah, Dr.Ikhsan, Mkes., Fardinan, Taufik dan Ihya Ulumuddin yang telah bersepakat untuk tidak mengikuti kegiatan bimtek namun menyepakati untuk memberikan uang pembuatan sertifikat oleh LPKPD sebagai penyelenggara lembaga penyelenggara Bimbingan teknis, seolah-olah mereka (13 orang anggota DPRK Simeulue) telah melaksanakan Bimbingan teknis dari tanggal 4 April 2018 s/d 8 April 2019 di Hotel Novotel Jakarta.
Fakta lainnya juga muncul Bimtek Fiktif yang diikuti oleh anggota DPRK simeulue masa bhakti 2014 s/d 2019, Bimtek Fiktif yang diikuti oleh anggota DPRK simeulue masa bhakti 2019 s/d 2024, Bimtek Fiktif yang diikuti oleh Pelaksana perjalanan dinas lainnya (Ikatan Keluarga Dewan/IKD) masa bhakti 2019 s/d 2024, lalu dengan berbagai moduspun dilakukan mulai dengan penggunaan moda tranportasi laut namun saat pertanggung jawaban perjalanan dinas menggunakan moda tranportasi udara, hingga menginap di rumah tetapi pertanggung jawaban dengan bukti menginap di hotel.
Salah satunya perjadin dan bimtek yang dilakukan oleh Terpidana Irawan Rudiono, S. Sos merupakan politisi PKS ini sebanyak 18 perjadin yang fiktif dan mark up, yaitu senilai Rp 67.644.500, dan sebanyak 22 orang melakukan mark up dalam perjadin diikuti juga 18 orang ASN, Tenaga Kontrak dan Pelaksana perjalanan dinas lainnya (Ajudan, supir, Isteri Anggota Dewan).
Tentu majelis hakim terhadap kasus tersebut dalam putusan ada beberapa pertimbangan sesuai fakta persidangan :
1. bahwa Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang penyertaan (deelneming) berbunyi: “Dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan”;
2. bahwa dari rumusan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut, terdapat 3 (tiga) bentuk penyertaan, yaitu orang yang melakukan (pleger), orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), dan orang yang turut serta melakukan (medepleger);
3. bahwa pengertian “orang yang melakukan” adalah jika seseorang melakukan sendiri perbuatannya, “orang yang menyuruh melakukan” adalah jika ada seseorang yang menyuruh orang lain untuk melakukan suatu perbuatan, dan “orang yang turut serta melakukan” adalah jika ada dua atau lebih orang yang melakukan perbuatan dan ada kesadaran dalam bekerja sama untuk melakukan perbuatan serta ada hubungan yang erat antara perbuatan yang satu dengan perbuatan yang lainnya;
4. bahwa berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di persidangan, hubungan para pelaku pidana dalam peristiwa ini adalah Terdakwa I selaku Ketua DPRK Periode 2014-2019 bersama-sama dengan Terdakwa II dan Terdakwa II selaku Anggota DPRK Simeulue Periode 2014-2019 menerima pencairan atas pertanggungjawaban fiktif untuk pencairan dana perjalanan dinas luar daerah pada tahun 2019, yang pada kenyataannya tidak melakukan perjalanan dinas dimaksud dan/atau tidak memakai moda transportasi yang dipertanggungjawabkan dan/atau tidak menggunakan fasilitas penginapan/hotel sebagaimana pertanggungjawaban yang dipersyaratkan untuk pencairan dana perjalanan dinas luar daerah dimaksud.
5. bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka unsur “orang yang melakukan perbuatan dan turut serta melakukan perbuatan” telah terpenuhi secara sah atas diri para Terdakwa;
6. bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka menurut Majelis Hakim, para Terdakwa telah terbukti menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi yang didakwakan dalam dakwaan Subsidair yaitu memenuhi rumusan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Oleh karenanya para Terdakwa haruslah dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsidair Penuntut Umum;
7. bahwa oleh karena para Terdakwa telah terbukti bersalah dan sepanjang persidangan, dan Majelis Hakim tidak ada menemukan alasan pemaaf dan pembenar yang dapat melepaskan para Terdakwa dari pertanggungjawaban pidana, maka para Terdakwa haruslah dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya tersebut.
Ada pertimbangan khusus dari Majelis Hakim yaitu : bahwa mengenai orang lain dan/atau pihak lain yang diduga turut serta dalam perbuatan tindak pidana namun tidak dijadikan terdakwa dalam perkara aquo, Majelis berpendapat bahwa kewenangan menjadikan seseorang dan/atau suatu pihak sebagai tersangka/terdakwa adalah sepenuhnya berada di tangan Penyidik dan/atau Penuntut Umum.
Tentu ini akan menjadi Pekerjaan jaksa penuntut umum apakah akan berlanjut jilid II atau cukup sampai 6 terpidana saja, sebagaimana fakta persidangan juga adanya pengembalian uang terkait kelebihan bayar, untuk 3 terdakwa yaitu Murniati, Irwawan Rudiono, Poni Harjo masing-masing dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.