Banda Aceh – Dikatakan Zubir, tahun 2021 lalu realisasi program ini mencapai 1000 hektar yang tersebar di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Timur, Pidie, Pidie Jaya. Sementara, di Aceh Utara tidak jadi dilaksanakan karena sudah dibajak sendiri oleh petani.
Kemudian, tahun 2022 ini ditargetkan pemberian bajak gratis sekitar 700 hektar yang dibagi untuk Kabupaten Aceh Timur seluas 300 hektar, Pidie dan Pidie Jaya masing-masing 200 hektar.
“Kenapa berkurang karena harga minyak terus naik. Ini menyesuaikan dengan anggaran yang sudah di plotkan. Kalau harga BBM turun, tentu akan semakin luas lahan yang bisa kita bajak, sebaliknya kalau harga BBM naik secara otomatis akan semakin berkurang, karena kita kan tidak boleh beli BBM bersubsidi,”ungkap Zubir.
Apalagi, kata Zubir dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) sendiri tercamtum harga BBM sekitar Rp. 9.500. Sementara, harga BBM terus mengalami kenaikan, misalnya saja jenis Dexlite mencapai Rp. 17.500 per liter.
Ditambah lagi hambatan yang dihadapi di lapangan, sebut saja saat pemindahan alat bajak dari tempat penampungan ke sawah-sawah warga yang jauh, sehingga juga menghabiskan minyak.
“Misalnya, kita sedang membajak di satu lahan, seharusnya kalau sudah selesai kita bajak lagi di lahan sampinya, tapi itu tidak bisa kita lakukan karena airnya tidak ada. Terpaksa kita bawa ke tempat lain, nanti waktu sudah ada air kita bawa lagi ke tempat yang tadi. Proses berpindah-pindah seperti itu kan butuh minyak juga, sehingga secara otomatis akan mengurangi jumlah lahan yang kita bajak,” ungkap Zubir.
Kendala lain yang dihadapi adalah soal banyaknya Alat Pertanian yang sudah rusak. Bahkan, ada mesin yang sudah berumur sekitar 10 tahun sehingga tidak bisa dipakai lagi.
“Dalam hal ini, Distanbun Aceh sudah meminta bantuan untuk menambah Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) ke Kementan, kita berharap ada penambahan dalam waktu dekat sehingga memudahkan dalam mengolah lahan petani,” harap Zubir.
Lebih lanjut, Zubir juga menjelaskan tata cara atau mekanisme masyarakat untuk mendapatkan program tersebut. Pertama, Calon Petani Lahan (CPL) dapat mengajukan proposal pada Balai Penyuluh Pertanian (BPP) tingkat kecamatan untuk diteruskan pada Dinas Pertanian Kabupaten dan Kota guna dilakukan verifikasi.
Selanjutnya, Dinas Pertanian akan meneruskan proposal tersebut kepada Distanbun Aceh melalui Bidang Tanaman Pangan (TP). Dari sanalah, program tersebut direalisasikan.
“Setelah proses administrasi di Bidang TP selesai, maka kami di UPTD Mekanisasi Pertanian akan melakukan sosialisasi ke masyarakat yang sudah ditunjuk, nanti setelah mereka siap, maka kita langsung membawa Alsintan untuk proses pengolahan lahan,” ungkapnya.
Menurut Zubir, program ini sangat disambut baik oleh masyarakat, mengingat program tersebut bukan saja diberikan bajak tanah gratis tapi juga diberikan pupuk hingga keperluan lainnya.
Selain itu, tentu dapat mengurangi cost petani dalam proses pengolahan sawah. Sehingga, yang harus dikeluarkan petani hanya biaya pemotongan saja.
“Kita terus berupaya dan konsen dalam meningkatkan taraf penghasilan petani, dengan adanya program ini tentu saja bisa mengurangi cost petani dalam hal pengolahan sawah,” harap mantan Kepala UPTD Wilayah I Banda Aceh Badan Pengelolaan keuangan Aceh itu.(PUBLIKASI ONLINE DISTANBUN ACEH).