Langkah Strategis Terus dilakukan BKKBN Aceh dalam Percepatan Penurunan Stunting
Banda Aceh – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Aceh terus melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka percepatan penurunan angka Stunting di Aceh.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Aceh, Sahidal Kastri dalam konferensi pers program Bangga Kencana di Aula Kantor Perwakilan BKKBN Aceh, Kamis (29/12/2022).
Sahidal menyebutkan diketahui secara nasional sesuai dengan hasil Survei Status Gizi Indonesia atau SSGI yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada akhir tahun 2021 kemarin, Aceh menduduki peringkat ketiga nasional tertinggi angka prevalensi stunting sebesar 33,2%.
“Artinya ketika ada 100 bayi lahir di Aceh, maka 33 orang anak-anak di antaranya terindikasi Stunting, begitu juga ketika 1.000 bayi lahir berarti ada disitu 300, dan begitulah kelipatan-kelipatannya. Dan ini merupakan sebuah pukulan berat bagi pemerintah Aceh, karena ketika angka stunting ini tinggi maka program peningkatan mutu sumber daya manusia itu akan mengalami kendala,” sebutnya.
Untuk mengatasi hal itu, BKKBN Aceh terus menggencarkan tiga program besar yaitu pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana atau disebut dengan Bangga Kencana. Program ini merupakan program BKKBN secara nasional.
Dijelaskan, berdasarkan program tersebut BKKBN ditunjuk sebagai ketua pelaksana tim percepatan penurunan stunting di Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021.
“Berdasarkan latar belakang program Bangga Kencana tersebut yang juga memang program reguler, makanya Bapak Presiden menunjuk BKKBN selaku ketua pelaksana kecepatan penurunan stunting nasional dengan diterbitkannya Perpres Nomor 72 tahun 2021,” jelas Sahidal.
Sejauh ini, kata dia, BKKBN telah menyusun strategi nasional yang nantinya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, dan juga pemangku kepentingan dalam percepatan penurunan stunting.
“Dari strategi yang disusun oleh BKKBN tersebut maka kemudian dikeluarkanlah keputusan Kepala BKKBN Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting atau disebut RAN PASTI,” ujar Sahidal.
Ia menjelaskan RAN PASTI merupakan panduan penanganan stunting khususnya untuk diterapkan oleh stakeholder di tingkat daerah. RAN tersebut mengacu pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting terkait hal-hal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah.
Kepala BKKBN Aceh menyebutkan langkah-langkah untuk menangani stunting berdasarkan Perpres 72 Tahun 2021 di antaranya adalah melalui pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu dan bayi sejak 1000 hari awal kehidupan, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan.
“Kemudian amanah Perpres juga sudah mewajibkan setiap Kabupaten/Kota termasuk Aceh untuk membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS,” tutur Sahidal.
Lebih lanjut, Sahidal menjelaskan dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 disebutkan bahwa Ketua TPPS itu dijabat oleh Wakil Kepala Daerah. “Karena di Aceh sudah dijabat oleh Penjabat (Pj) dan tidak ada Wakil Kepala Daerah, maka secara otomatis ditunjuklah Sekda sebagai Ketua TPPS, baik Sekda Provinsi maupun Sekda Kabupaten/Kota. Dan Alhamdulillah saat ini TPPS sudah terbentuk di 23 Kabupaten/Kota,”
Selain TPPS, lanjut Sahidal, pemerintah juga membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam rangka percepatan penurunan angka stunting di Aceh. “Saat ini seluruh Kabupaten/Kota di Aceh sudah terbentuk TPK dengan total personil sebanyak 22.410 orang. Masing-Masing TPK terdiri dari 3 personil yaitu Bidan Desa, Kader Tim Penggerak PKK, dan Kader KB yang ada di Gampong,” sebutnya.
Sahidal mengatakan personil TPK ini akan berupaya untuk mencegah stunting mulai dari hulu. Dan inilah konsep BKKBN dalam penurunan stunting mulai dari tingkat nasional, provinsi, Kabupaten/Kota hingga ke tingkat Desa.
Adapun upaya yang dilakukan TPK yaitu dengan melakukan Skrining Calon Pengantin (Catin) menggunakan Aplikasi ELSIMIL (Elektronik Siap Nikah dan Hamil). “Jadi bagi masyarakat Aceh terutama remaja yang akan melangsungkan pernikahan boleh download Aplikasi ELSIMIL ini di Play Store smartphonenya masing-masing,”
Dalam proses Skrining Catin ini yang pertama dilihat adalah usia calon pengantinnya, walaupun undang-undang perkawinan membolehkan calon pengantin itu berusia 19 tahun, tetapi BKKBN menetapkan calon pengatin perempuan (dara baro) minimal berusia 21 tahun dan calon pengantin laki-laki (linto baro) minimal berusia 25 tahun.
“Tentunya batas usia calon penganti yang sudah ditetapkan oleh BKKBN ini adalah demi kebaikan anak-anak kita, saudara-saudara kita yang akan melangsungkan pernikahan di masa yang akan datang,” ujar Sahidal.
“Makanya pencegahan Stunting dari hulu ini sangat penting dilakukan. Dan mudah-mudahan kalau efektif pekerjaan TPK ini, insyaAllah anak lahir selanjutnya itu tidak lagi stunting karena telah dilakukan Skrining Catin terlebih dahulu,” sambungnya.
Kemudian tugas selanjutnya TPK adalah mendampingi para ibu hamil untuk melakukan konsultasi terkait keluhan dan perkembangan kesehatan kandungannya.
Kendati demikian, masih banyak di Kabupaten/Kota yang belum mengoptimalkan tugas TPK ini, akhirnya terjadilah berbagai macam permasalahan kesehatan di lapangan. Karena itu, BKKBN Aceh meminta Kabupaten/Kota untuk bergiat mengoptimalkan tugas-tugasnya.
“Inilah upaya dan ikhtiar yang dilakukan BKKBN Aceh, kita meminta semua pihak untuk mendukung TPK ini. Selama ink kami melihat di daerah-daerah masih banyak pihak yang melemahkannya. Padahal TPK ini merupakan perintah Perpres langsung. Untuk itu, kita berharap Kabupaten/Kota di Aceh bisa mengoptimalkannya,” pungkas Sahidal.
Ia juga berharap dan selalu berdoa angka prevalensi stunting di Aceh dapat diturunkan. “Jadi tidak lagi nomor 3 nasional, tapi kalau bisa masuk nomor 7 atau 10 nasional,” tutupnya.