BERITAHUKUM

Alfian, Terdakwa SPPD Bodong Harus di Tuntut Lebih Berat

Banda Aceh – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai enam terdakwa kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue tahun 2019 harus dituntut hukuman berat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Koordinator MaTA, Alfian mengatakan bahwa dilihat dari perjalan Dinas yang fiktif diketahui ada modus yang telah terencana dari awal secara sistematis sampai pada tingkat pelaporan dan secara administrasi keuangan daerah, apalagi ini melibatkan Politisi juga dimana ada politisi 3 Partai Politik yaitu Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura dan satu Partai Lokal yaitu Partai Aceh, ironisnya seharusnya politisi partai tidak melakukan hal demikian tetapi malah ini mereka yang terdepan, tentu selain memalukan daerah juga partainya sendiri.

“Secara fakta jelas kita lihat bahwa ini patut dipersalahkan ataupun patut dijatuhkan hukuman terutama sesuai dengan perbuatan, kasus pidana korupsi selama ini dibawah rendah dibawah tuntutan JPU, nah kita berharap proses tuntutan hukuman nantinya dapat sesuai dengan apa yang sudah mereka lakukan, jangan untuk korupsi dana desa dan dana bos hukuman di tuntut lebih tinggi tetapi untuk Korupsi SPPD dituntut rendah” tegasnya pada Selasa (16/5/2023).

Sebagaimana diketahui 6 terdakwa tersebut adalah :

  1. Drs Astamudin S, ASN/Sekwan DPRK Simeulu.
  2. Ridwan Amd, ASN (Bendahara pengeluaran DPRK Simeulu TA.2019).
  3. Mas Etika Putra, ASN (PPP-SKPK Sekretariat DPRK Simeulu TA 2019) saat ini sebagai masih sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulu.
  4. Irawan Rudiono S.Sos, Anggota DPRK Partai PKS periode 2014-2019 dan 2019-2024).
  5. Poni Harjo, Anggota DPRK Partai Hanura periode 2019-2024.
  6. Murniati SE, mantan Ketua DPRK periode 2014-2019

Kemudian, sambungannya apabila ada upaya vonis bebas atau putusan ringan tentu ini mencerminkan ketidakadilan publik karena kalau dilihat dari modus sudah terencana dari awal secara sistematis, apalagi dengan mereka lakukan dengan sengaja yaitu dengan beberapa fakta persidangan bahwa adanya bukti tiket Pesawat Bodong dan Bukti hotel juga bodong.

“Artinya ini bukan tidak tahu, tapi sudah direncanakan, bagi pelaku korupsi harus dihukum berat, sebagai efek jera, apalagi pelakunya adalah ASN dan DPRK,” pungkasnya.

Diketahui berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), ditemukan data tidak dilaksanakan bimtek yaitu dari kegiatan konsultasi dan koordinasi kementerian lembaga dan dinas provinsi, namun anggaran tetap dibayar sebesar Rp2,8 miliar lebih.

Atas perbuatannya enam terdakwa didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Oops ! Mohon Maaf Anda Tidak Bisa Meng-Copy Paste Contes di Situs Kami !