Di Depan Peserta PPRA Lemhannas RI, DPRA Ungkap Kendala Pemerintah Aceh dalam Mengimplementasikan UUPA
BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menerima kunjungan peserta Study Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIII tahun 2022 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Ruang Serbaguna DPRA, Selasa (5/4/2022).
Rombongan PPRA Lemhannas disambut Plt Ketua DPRA, Safaruddin bersama dua wakil ketua, Dalimi dan Hendra Budian serta ketua fraksi serta pimpinan Komisi, Badan Legislasi (Banleg), dan Badan Kehormatan Dewan (BKD).
Dalam pertemuan tersebut, rombongan PPRA Lemhannas yang dipimpin Irjen Pol Drs Triyono Basuki Pujono MSI lebih mendengarkan paparan DPRA terkait tata kelola pembangunan Aceh selama ini.
Dihari yang sama, rombongan PPRA juga melakukan pertemuan dengan Pangdam Iskandar Muda. Sehari sebelumnya, rombongan tersebut juga melakukan pertemuan dengan Pemerintah Aceh di Kantor Gubernur Aceh.
Plt Ketua DPRA Safaruddin dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa Aceh sudah 16 tahun menikmati perdamaian dan terus berkomitmen memelihara perdamaian dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Semua butir-butir MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) adalah pedoman dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan dan pembangunan di Aceh,” katanya.
Meski sudah 16 tahun damai, tambah Safaruddin, namun masih ada 9 Peraturan Pemerintah (PP), 3 Peraturan Presiden (Perpres), 59 qanun daerah yang merupakan turunan dari UUPA sampai saat ini belum sepenuhnya tuntas ditetapkan menjadi regulasi.
“Ini merupakan kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Aceh dalam mengimplementasikan amanah dari UUPA dan butir-butir yang termuat dalam MoU Helsinki,” sebut Safaruddin.
Lebih lanjut Safaruddin menyampaikan, pengesahan rancangan qanun Aceh juga kerap mengalami kendala yang sangat signifikan, terutama mengenai pengaturan yang berkaitan dengan keistimewaan dan kekhususan karena selalu berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Belum lagi dengan adanya ketentuan yang mengharuskan setiap produk hukum daerah harus memperoleh hasil fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri sebelum disahkan menjadi peraturan daerah,” terang politikus Partai Gerindra ini.
Dalam kesempatan itu, Plt Ketua DPRA, Safaruddin juga menyampaikan 10 kewenangan kekhususan yang dimiliki Aceh sebagaimana diatur dalam UUPA.
Mulai dari kewenangan untuk meminta konsultasi dan memberikan pertimbangan atas persetujuan internasional dan pembentukan undang-undang yang berkaitan langsung dengan Aceh hingga pengaturan dana otonomi khusus (otsus).