Aceh Besar – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar menggelar sidang rekomendasi atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Aceh Besar Tahun Anggaran (TA) 2021 di Gedung DPRK setempat, Kota Jantho, Senin 21 Maret 2022.
Sidang tersebut dihadiri hampir seluruh Anggota DPRK Aceh Besar dan dipimpin oleh Ketua DPRK Aceh Besar, Iskandar Ali, S.Pd, M.Si dan didampingi dua wakilnya, Bahctiar,ST dan Zulfikar Aziz, SE.
Sementara, Bupati Aceh Besar diwakili oleh Sekdakab Drs. Sulaimi, M.Si bersama sejumlah Kepala SKPK dan OPD. Turut hadir juga unsur Forkopimda.
Rekomendasi DPRK Aceh Besar dibacakan oleh Anggota Komisi II DPRK Aceh Besar, Dr. Yusran, S.Pdi., MA. Katanya, laporan keterangan pertanggungjawaban (lkpj) Bupati Aceh Besar tahun anggaran 2021 pada dasarnya merupakan progress report atas kinerja pembangunan selama satu tahun dan menjadi kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan jangka menengah daerah (rpjmd).
“Kegagalan dan keberhasilan pencapaian indikator kinerja akan dijadikan sebagai acuan tindakan perbaikan dalam pelaksanaan pembangunan kabupaten aceh besar tahun mendatang dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan,” kata Dr. Yusran yang juga Ketua Panitia Khusus DPRK Aceh Besar tentang perumusan rekomendasi DPRK Aceh Besar atas laporan keterangan pertanggungjawaban (lkpj) Bupati Aceh Besar tahun anggaran 2021
Dikatakan Dr. Yusran merujuk pada ketentuan peraturan pemerintah nomor 13 tahun 2019 tentang laporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah pada pasal 15, menyebutkan bahwa ruang lingkup laporan keterangan pertanggungjawaban (lkpj) meliputi : a. hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah; danb. hasil pelaksanaan tugas perbantuan dan penugasan.
DPRK Aceh Besar melalui panitia khusus telah mempelajari serta melakukan pembahasan atas lkpj bupati aceh besar tahun anggaran 2021 dan telah menghasikan beberapa rekomendasi berupa catatan – catatan strategis yang memuat saran, masukan dan atau koreksi terhadap penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan.
“Berdasarkan laporan panitia khusus dprk aceh besar terhadap hasil pembahasan lkpj bupati aceh besar tahun anggaran 2021, bahwa dprk aceh besar dengan surat keputusan dprk aceh besar nomor 2 / dprk / 2022, memutuskan memberikan rekomendasi atas laporan keterangan pertanggungjawaban (lkpj) bupati aceh besar tahun anggaran 2021,” ujarnya.
Lanjut Dr. Yusran rekomendasi dprk aceh besar atas laporan keterangan pertanggungjawaban (lkpj) bupati aceh besar tahun anggaran 2021, yang pertama postur fiskal aceh besar dan pendapatan asli daerah berdasarkan data yang disajikan dalam lkpj 2021, dalam perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2021 untuk pendapatan daerah mengalami perubahan yakni sebelum perubahan berjumlah rp 1.894.410.894.600 dan setelah perubahan bertambah sebesar rp. 1.606.136.000 dan jumlah pendapatan setelah perubahan menjadi rp. 1.896.017.030.600. peningkatan pendapatan tersebut adalah kenaikan pendapatan asli daerah sebesar rp. 8.688.000.000 dan lain-lain.
Pendapatan daerah yang sah sebesar 10.131.060.000 serta adanya penurunan pada pendapatan transfer sebesar rp. (24.712.924.000). pajak daerah masih merupakan sumber pad yang paling besar, yaitu rp.94.931.000.000, atau setara 52,41 persen dari total pad. selanjutnya, kontributor terbesar selanjutnya adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu sebesar rp. 78.272.000.000, yang setara dengan 41,23 persen dari total pad.
Kontribusi dari retribusi daerah adalah sebesar rp. 8.622.800.000 atau setara dengan 4,54 persen dan yang paling kecil kontribusinya adalah lain-lain pendapatan daerah yang sah senilai rp. 8.000.000.000 atau setara dengan 4,21 persen.
Jika diperhatikan secara seksama, pajak daerah masih merupakan kontributor utama dalam pad aceh besar. namun, dalam kondisi masih diliputi pandemi covid-19 tahun ini, pad berdasarkan sumber pajak daerah tidak dapat dioptimalkan sebagai sumber penerimaan, akibat melambatnya aktifitas ekonomi dan pembatasan mobilitas masyarakat.
“Kontributor lainnya seperti hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan juga tidak dapat dioptimalkan. retribusi daerah juga masih terbatas dan biasanya bersifat cost recovery atas layanan pemerintah,” ungkap Dr. Yusran.