Presiden Jokowi Sentil 5 Kabupaten/Kota dengan Inflasi Tertinggi di Indonesia, Ini Daftarnya
Jakarta – Presiden Jokowi menyentil lima kabupaten/kota yang memiliki tingkat inflasi tertinggi di Indonesia. Jokowi memberikan sentilan itu karena menginginkan inflasi di Indonesia berada di bawah angka lima persen meskipun terimbas kenaikan harga bahan pokok akibat melonjaknya harga BBM.
Adapun lima Kabupaten/Kota dengan inflasi tertinggi itu, antara lain Kota Luwuk, Sulawesi Tengah dengan 7,8 persen; Kota Jambi, Jambi dengan 7,7 persen; Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan dengan 7,6 persen; Kota Sampit, Kalimantan Tengah dengan 7,5 persen; dan Kota Tanjung Selor, Kalimantan Utara dengan 7,4 persen.
“Ini kabupaten dan kota yang inflasinya tertinggi, tolong dilihat dan agar segera dilakukan intervensi di lapangan,” perintah Jokowi saat memberikan arahan mengenai pengendalian inflasi dengan seluruh kepala daerah di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 12 September 2022.
Jokowi juga menegur 10 provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat inflasi tertinggi. Provinsi itu antara lain Jambi 7,7 persen; Sumbar 7,1 persen; Kalimantan Tengah 6,9 persen; Maluku 6,7 persen; Papua 6,5 persen; Bali 6,4 persen; Bangka Belitung 6,4 persen; Aceh 6,3 persen; Sulawesi Tengah 6,2 persen; dan Kepulauan Riau 6 persen.
Hal yang menjadi perhatian Jokowi, 5 dari 10 provinsi dengan inflasi tertinggi berada di Sumatra. Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah setempat segera melakukan intervensi agar inflasi dapat ditekan.
“Jadi hati-hati kalau harga beras di daerah Bapak Ibu sekalian itu naik meski hanya Rp 200 atau Rp 500 perak, itu segera diintervensi karena menyangkut kemiskinan di kabupaten, kota, provinsi yang Bapak Ibu pimpin. Itu akan langsung bisa naik angka kemiskinannya,” kata Jokowi.
Dalam arahannya kepada para kepala daerah di Istana Negara, Jokowi juga memerintahkan agar mereka menggunakan dua persen dari dana transfer umum untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Hal itu untuk menghindari terjadinya kenaikan inflasi hingga 1,8 persen akibat kenaikan harga BBM.
“Bahwa dua persen dari dana transfer umum, artinya Dana Alokasi Umum atau DAU, kemudian juga dana bagi hasil DBH, ini dua persen juga bisa digunakan untuk subsidi dalam rangka akibat dari penyesuaian harga BBM,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi menyatakan pemerintah sudah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan sebagai landasan penggunaan dua persen DAU dan DBH untuk bansos. Selain dana transfer umum, Jokowi juga memerintahkan para kepala daerah untuk menggunakan anggaran belanja tak terduga untuk membantu masyarakat.
Jokowi menjabarkan, dua persen dari dana transfer umum kira-kira mencapai Rp2,17 triliun, kemudian belanja tidak terduga dari pagu Rp16,4 triliun. baru digunakan Rp6,5 triliun.
“Artinya masih ada ruang yang sangat besar untuk menggunakan dana alokasi umum maupun belanja tidak terduga oleh provinsi, kabupaten, maupun kota,” kata Jokowi.
Mengenai bentuk bantuan yang diberikan, Jokowi tak membatasinya dalan bentuk sembako. Ia meminta pemerintah daerah untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya untuk daerah pesisir, ia menyarankan agar bantuan berupa subsidi solar, lalu untuk UMKM subsidi bahan baku, dan untuk ojek online di perkotaan berupa bantuan sosial.
Selain itu, Jokowi juga menyarankan agar adanya subsidi untuk transportasi bahan pangan seperti bawang dan telur. Ia mencontohkan bawang merah asal brebes yang akan dikirimkan ke Lampung membutuhkan ongkos sekitar Rp 3 juta.
“Nah, Rp 3 juta ini yang ditutup oleh Pemda. Sehingga harga yang terjadi itu harga tani di Brebes sama dengan harga di pasar. Kalau semua daerah melakukan ini bisa menahan inflasi agar tidak naik,” kata Jokowi.
Harga bahan pokok di sejumlah daerah merangkak naik sejak Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM pada Sabtu, 3 September 2022. Peremintah mencoba mengatasi kenaikan harga itu dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai atau BLT kepada masyarakat kecil. Selain itu, pemerintah juga menyalurkan Bantuan Subsidi Upah atau BSU bagi para pekerja dan buruh yang memiliki gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan.
Dikutip : Tempo.co