Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Rafli, minta PT Pertamina (Persero) segera menarik tabung gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) 12 Kg yang sudah tidak layak pakai di seluruh wilayah Aceh dan menggantinya dengan yang baru. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR-RI dengan jajaran PT Pertamina dan anak peruaahaannya di Senayan Jakarta pada senin kemarin (30/05/2022).
Rafli mengatakan, saat ini ribuan tabung gas LPG yg rusak menumpuk diparkir di SPPBE yang ada di wilayah Aceh dan tidak kunjung diganti. Sementara tabung yg beredar di tengah masyarakat kondisinya sudah sangat parah dan tidak layak edar. Anggota Dewan asal Aceh memperkirakan kondisi serupa juga juga ditemukan di seluruh wilayah Indonesia.
“Kita sudah sampaikan kepada Pertamina berulang kali. Di dalam rapat kemarin kembali kita tegaskan agar Pertamina segera menarik tabung LPG yang sudah tidak layak edar. saya melihat langsung ribuan tabung rusak terparkir di SPBE dan tidak diganti. Saya yakin kondisi ini juga mungkin ditemukan diseluruh Indonesia,” kata Rafli dalam keterangannya, Selasa, 31 Mei 2022.
“Kenapa ini menjadi sangat urgent dan menjadi perhatian utama kita? Karena, tidak terbayangkan jika sewaktu-waktu terjadi insiden meledak atau lainnya, itu akan sangat mengerikan. Dan pasti korbannya adalah masyarakat. Ini bahaya sekali. Maka kita desak Pertamina harus segera mengatasi masalah ini. Jangan tunggu terjadi hal2 yg membahayakan masyarakat baru kemudian sibuk” sambungnya.
Selanjutnya Rafli juga menduga sejumlah kecelakaan kerja, seperti kebakaran kilang dan storage bbm yang beberapa kali dialami Pertamina, juga terkait dengan budaya kerja yg cenderung melakukan pembiaran dan hilangnya sensitifitas terhadap masalah safety.
“Pembiaran terhadap beredarnya tabung yg tidak layak edar mencerminkan bagaimana memprihatinkannya cara Pertamina merespons hal-hal prinsip terkait safety. Mungkin budaya ini yg juga berkontribusi terhadap sejumlah insiden yang kerap terjadi, seperti kebakaran kilang dan sebagainya. Ini merupakan hal prinsip yang harus segera diperbaiki oleh Pertamina dan anak perusahaannya” papar Rafli.
“Saya ingin mengatakan bahwa mungkin seperti inilah kinerja Pertamina hari ini. Tidak lagi responsif terhadap prinsip-prinsip safety, cenderung ceroboh dan tidak profesional. Ruh Pertamina yg dulu dikenal profesional dan membanggakan seakan kini menghilang entah kemana” sambungnya dengan nada tinggi.
“Makanya saya pertegas kembali, segera tabung 12 Kg yang tidak layak lagi ditarik dan diganti dengan yang baru. Terserah bagaimana caranya. Jika persoalannya sekarang Pertamina rugi akibat berbagai sebab yg sangat ruwet dan tidak bisa dijelaskan kepada publik, maka jangan hal-hal safetyi yg menyangkut keaelamatan masyarakat lantai diabaikan,” katanya.
Lebih lanjut, Rafli juga menyoroti potensi persaingan tidak sehat antara stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan Pertashop.
Dia mengakui keberadaan Pertashop merupakan upaya membuka akses energy bagi seluruh masyarakat yg jauh dari spbu. Namun niat baik itu akan berubah menjadi bom waktu jika kemudian memicu persaingan tidak sehat akibat sejumlah rambu ketentuan dilanggar.
“Jarak antara spbu dan pertashop itu harus sesuai ketentuan. Di Aceh ada ditemukan SPBU dengan Pertashop berdekatan lokasinya, ini bisa memicu konflik! Jadi Pertamina Aceh jangan asal tunjuk titik. Apalagi ada indikasi praktek calo yg melibatkan oknum di internal Pertamina, yang dapat memuluskan rekomendasi dan izin dengan imbalan. Ini tidak boleh, dan jangan bermain-main tentang ini,” tutup Rafli.