EKONOMI

Bank Indonesia Terbitkan Kebijakan untuk Mendorong Pembiayaan pada Sektor Prioritas dan Inklusif

Banda Aceh – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Achris Sarwani menyampaikan bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi Aceh yang tercermin dari indikator Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan, dan Non Performing Financing (NPF) tetap terjaga dan melanjutkan tren perbaikan pada Februari 2022. Berdasarkan data menurut lokasi bank, simpanan masyarakat yang tercermin dari DPK per Februari 2022 sebesar Rp38,18 T atau meningkat dibandingkan bulan Januari 2022 yang tercatat sebesar Rp37,86 T. Selanjutnya, pembiayaan per Februari 2022 sebesar Rp31,2 T atau meningkat dibandingkan bulan Januari 2022 yang tercatat sebesar Rp30,87 T.

Dengan angka tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) di Aceh tercatat pada level 81,7% atau meningkat dari bulan sebelumnya yang berada di level 81,5%. Ini menandakan bahwa dari seluruh DPK atau simpanan yang dihimpun, sebesar 81,7% nya telah disalurkan perbankan sebagai pembiayaan kepada masyarakat. Selanjutnya, kualitas pembiayaan yang tercermin dari rasio NPF masih dalam level yang terjaga di angka 1,97%. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan UMKM menunjukkan peningkatan pada Februari 2022 secara month to month. Meski demikian, pertumbuhan pembiayaan pada sektor prioritas masih relatif stabil.

Pembiayaan pada sektor prioritas (38 sektor) di Aceh sampai dengan Februari 2022 masih terpantau stabil. Pembiayaan pada sektor prioritas per Februari 2022 sebesar Rp8,4 T atau masih sama dengan bulan sebelumnya. “Adapun sektor prioritas yang mendapatkan pembiayaan tertinggi berasal dari sektor perdagangan, perkebunan, perikanan, konstruksi, serta industri makanan dan minuman,” kata Achris Sarwani.

Sementara itu, penyaluran pembiayaan kepada UMKM per Februari 2022 sebesar Rp8,57 T atau lebih tinggi dibandingkan Januari 2022 yang tercatat Rp8,54 T. Adapun rasio pembiayaan UMKM terhadap total pembiayaan masih stabil di level 27,5% atau belum banyak perubahan dari periode sebelumnya yang tercatat di level 27,7%.

Menurut Achris Sarwani, secara umum risiko pembiayaan yang tercermin dari indikator NPF masih berada pada level yang terjaga pada bulan Februari 2022. Berdasarkan lokasi bank, NPF pada periode tersebut tercatat pada level 1,97% atau masih sama dibandingkan posisi bulan Januari 2022 yang juga tercatat pada level 1,97%. Sedangkan berdasarkan lokasi proyek, NPF berada pada level 4,44% atau sedikit meningkat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat pada level 4,36%.

Dalam rangka mendorong pembiayaan pada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif, Achris Sarwani menyampaikan bahwa Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 24/3/PBI/2022 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), dan PBI Nomor 24/5/PBI/2022 tentang Insentif bagi Bank yang Memberikan Penyediaan Dana untuk Kegiatan Ekonomi tertentu dan Inklusif. PBI Nomor 24/3/PBI/2022 mengatur tentang RPIM yang mewajibkan perbankan menetapkan target RPIM berdasarkan penilaian mandiri Bank sesuai dengan keahlian dan model bisnis. Besaran kewajiban pemenuhan RPIM ditetapkan harus meningkat dibandingkan RPIM Bank pada posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya. Selain target yang ditetapkan secara mandiri, Bank Indonesia juga mensyaratkan RPIM Bank pada posisi akhir bulan Desember 2024 harus mencapai paling sedikt 30%. Pemenuhan RPIM Bank dapat melalui pembiayaan langsung dan rantai pasok (UMKM, kelompok/klaster/korporasi UMKM, inklusif perorangan berpenghasilan rendah), pembiayaan melalui LJK/BLU/Badan Usaha, serta pembelian surat berharga pembiayaan inklusif.

Selanjutnya, PBI Nomor 24/5/PBI/2022 mengatur tentang pemberian insentif kepada perbankan yang memberikan penyediaan dana untuk kegiatan ekonomi tertentu dan inklusif. Insentif berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata dengan besaran insentif maksimal 1% (100 basis points). Insentif dapat diperoleh jika perbankan memberikan pembiayaan pada sektor prioritas dan mencapai nilai rata-rata pertumbuhan pembiayaan sektor prioritas paling sedikit 1%. “Selain itu, insentif juga dapat diperoleh jika bank dapat memenuhi target RPIM yang telah tercantum dalam rencana bisnis bank dan mencapai nilai RPIM paling sedikit 10%,” ujar Achris Sarwani.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Oops ! Mohon Maaf Anda Tidak Bisa Meng-Copy Paste Contes di Situs Kami !