Banda Aceh – Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, mengamankan dua kapal nelayan diduga melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak di perairan Pulo Aceh.
Kepala Pangkalan PSDKP Lampulo, Sahono Budianto dalam konferensi pers mengatakan bahwa dua unit kapal ikan KM Tanpa Nama (GT 1) dan dokumen diduga akan pelaku bom ikan di sekitar perairan Pulo Aceh pada Jumat (26/07). Senin (29/07/2024).
“Kapal Pengawas Baramundi 01 mencoba melakukan pengejaran, namun KM Tanpa Nama (Lambung Biru) tersebut melarikan diri masuk ke dalam teluk dan menyandarkan kapal,” ujarnya menceritakan kronologi kejadian.
Kemudian empat orang awak kapal melarikan diri ke atas bukit dengan membawa kantong plastik diduga berisi bahan peledak.
Sahono juga menjelaskan, sebelumnya di lokasi teluk tersebut telah ada satu kapal KM. Tanpa Nama (Lambung Merah Maroon) yang telah bersandar terlebih dahulu dan juga ditinggal oleh awak kapalnya.
Pengawas Perikanan dan Polsus PWP3K melakukan pemeriksaan kedua kapal tersebut dan ditemukan kompresor siap pakai, sepatu katak (fin), jaring kondisi rusak, serok ikan serta wadah kantong ikan, namun belum ditemukan ikan hasil tangkapan.
“Hal ini menunjukkan dugaan kuat bahwa kedua kapal akan melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak (bom). Kemudian, kedua kapal tersebut dibawa ke dermaga Pangkalan PSDKP Lampulo untuk proses lebih lanjut,” ujarnya.
Sahono mengatakan penggunaan bom menangkap ikan merupakan perbuatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. Perbuatan tersebut melanggar aturan perundang-undangan, dan melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Dalam undang-undang tersebut disebut setiap orang dilarang menangkap dan atau membudidayakan ikan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak yang membahayakan kelestarian sumber daya perikanan dan atau lingkungannya.
“Ancaman pidana melakukan penangkapan ikan yang dilarang adalah paling lama enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,2 miliar. Kami ingatkan nelayan jangan menangkap ikan dengan cara yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan,” kata Sahono Budianto.
Untuk barang bukti, Kepala Pangkalan mengatakan bahwa sesuai dengan peraturan, barang bukti akan dilakukan untuk pemanfaat seperti ke nelayan atau manfaat pendidikan.
Sementara itu, Panglima Laot Aceh Miftahuddin Tjut Adek dalam kesempatan yang sama menyampaikan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, khususnya pemberantasan bom ikan melanggar hukum adat dan agama.
“Juga melanggar Qanun Aceh tentang larangan penangkapan ikan, yaitu pemboman dan menggunakan troll,” ujarnya.
Untuk daerah yang sulit dijangkau yaitu Pulau Aceh, selatan Aceh Selatan, pulau banyak, pualua terluar itu pulau Simeulu.